Refleksi Mahasiswa Tentang Keragaman Siswa dan Pemenuhan Target Kurikulum - Redaksibaru.id

Refleksi Mahasiswa Tentang Keragaman Siswa dan Pemenuhan Target Kurikulum

  • Bagikan

REDAKSIBARU.ID – Banyaknya siswa yang datang ke sekolah bukanlah tolak ukur kesuksesan sebuah pendidikan. Banyak siswa yang secara fisik hadir di kelas, namun secara psikologis mereka tidak hidup di dalam kelas. Adapula siswa yang mempunyai kesulitan dalam belajar, dan adapula siswa yang merasa bosan karena materi mata pelajaran yang dinilai mudah sehingga tidak tertantang untuk mengembangkan potensinya.

Di sisi lain, ada juga siswa yang merasa kelas menjadi tidak menarik dengan guru yang tidak peduli dengan proses pembelajaran mereka. Semua hal yang berbeda inilah yang melandasi perlunya diterapkan pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas agar semua siswa dapat mengembangkan potensi dirinya menjadi lebih baik agar mampu bersaing dalam pendidikan kedepannya.

Pada kenyataannya, pembelajaran berdiferensiasi sudah ada sejak zaman Ki Hadjar Dewantara, hanya saja baru banyak dikenal saat ini. Ki Hadjar Dewantara lewat ajarannya sudah menjelaskan tentang bagaimana konsep diferensiasi itu dilakukan, yakni melalui konsep “Kodrat Alam”, memperlakukan anak sesuai dengan kodrat atau zamannya atau sesuai dengan umurnya (Masitoh & Cahyani, 2020).

Pembelajaran berdiferensiasi adalah konsep pembelajaran yang mengutamakan siswa atau peserta didik sebagai pusat pendidikan. Itu berarti, pembelajaran dibuat dengan mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan siswa termasuk bakat dan minat yang seharusnya bisa dikembangkan (Tomlinson, 2001)

Selain mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan siswa, kurikulum juga wajib dipertimbangkan. Kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan atau pengajaran yang bukan hanya merupakan rencana tertulis melainkan suatu fungsional yang memberikan pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas (Zais, 1976). Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian.

BACA JUGA:  Kolaborasi Huadi Group dan CTC Australia Pemanfaatan Slag untuk Pengurangan Emisi Karbon

Kurikulum 2013 yang terkesan teacher-centered atau berpusat hanya pada penyampaian dari guru ke murid dinilai tidak efektif dalam mengembangkan potensi siswa. Kemudian, Kurikulum 2013 diganti menjadi Kurikulum Merdeka yang mengutamakan pembelajaran berdiferensiasi yang kini banyak diimplementasikan oleh para guru di sekolah-sekolah di Indonesia mulai dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua guna memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda. Pada Kurikulum Merdeka ini semua pembelajaran siswa yang telah direncanakan dan diarahkan oleh sekolah adalah untuk mencapai tujuan pendidikannya (Tyler, 1949). Tujuan dari penggantian ini adalah agar siswa semakin tertarik untuk belajar karena sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan mereka. Dengan lingkungan belajar yang dibuat semenarik mungkin juga diharapkan dapat mengembangkan potensi para siswa tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas dengan penilaian berkelanjutan yang merespon kebutuhan belajar siswa dan manajemen kelas yang efektif. Kurikulum Merdeka diharapkan dapat membantu siswa menemukan jati diri mereka dengan diberikan kebebasan dalam belajar.

Berikut beberapa karakteristik diferensiasi yaitu (Tomlinson, 2014):

Guru secara aktif memahami fakta keragaman siswa

Lingkungan belajar secara aktif mendukung pelajar dan proses belajar (learners and learning)

Kurikulum dikelola untuk mendukung pembelajaran

Asesmen dan pengajaran adalah paket yang tidak terpisahkan

Guru memodifikasi konten, proses, dan produk berdasarkan kesiapan siswa, minat, dan profil belajarnya

Guru dan siswa berkolaborasi dalam pembelajaran

Guru dan siswa bekerja sama secara fleksibel

Guru menyeimbangkan belajar secara individu atau grup.

Dari karakteristik diferensiasi di atas dapat disimpulkan bahwa adalah tanggung jawab guru untuk menjadi pendukung kesuksesan siswa dengan menggali dan mengembangkan potensi siswa yang masih tersembunyi dengan menyadari fakta bahwa keragaman siswa adalah wajar dan bukanlah sebuah masalah. Konten, proses, produk serta lingkungan belajar adalah elemen kunci pembelajaran di dalam kelas.

BACA JUGA:  Cegah Bullying, Pj Gubernur Sulsel Prof Zudan Harap Senior Membantu dan Menyayangi Junior

Guru perlu secara bertahap mengumpulkan semua informasi tentang proses dan perkembangan belajar setiap siswanya dengan mencoba mencocokkan kurikulum dan pengajaran dengan kesiapan, minat, dan gaya belajar siswanya.

Dalam pengumpulan data mengenai keragaman siswa untuk memudahkan perancangan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik, guru dapat melakukan observasi dan wawancara. Lembar observasi yang digunakan dapat memuat banyak aspek penting terkait diferensiasi seperti, jenis kelamin, usia, asal, etnik, kultural, status ekonomi dan sosial, minat peserta didik, kemampuan awal peserta didik, motivasi, dan gaya belajar.

Kemudian, penggunaan protokol wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait manajemen kurikulum yang berlaku di sekolah. Kedua metode ini dianggap perlu demi mendapatkan informasi yang mendalam terkait bagaimana penerapan diferensiasi di sekolah tersebut.

Hal pertama yang harus dipahami guru adalah keragaman siswa yang tidak bisa disamakan antara siswa satu dan lainnya, sehingga dari sinilah guru akan memodifikasi konten atau materi, proses, dan produk apa yang harus diterapkan kepada siswanya. Keragaman ini pula yang akan menambah wawasan guru dalam membentuk lingkungan belajar yang menarik yang dapat mendukung proses belajar mengajar sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Namun, perlu diingat pula bahwa dalam memahami keragaman siswa, guru perlu melakukan pengumpulan data atau informasi terkait karakteristik atau latar belakang para peserta didik. Guru sebagai pendidik hanya bisa memfasilitasi, memotivasi, dan menggali mimpi siswa agar bisa menjadi kenyataan menuju merdeka belajar, sehingga sukses bersama mencapai tujuan pembelajaran di kelas.

BACA JUGA:  Bupati Ilham Azikin Terima Kunjungan Silaturahmi ORARI Lokal Bantaeng

Hal lain yang bisa dilakukan guru untuk dapat mewujudkan kelas yang berdiferensiasi adalah dengan rutin melakukan refleksi guna membayangkan atau mengingat kembali apa yang telah dilakukan, kemudian melakukan evaluasi tentang kekurangan apa yang harus dihapuskan dan kelebihan apa yang harus dimaksimalkan. Guru juga dapat berbincang dengan siswanya sesering mungkin agar bisa mendapatkan informasi yang valid.

Semua yang dilakukan guru ini tidak terlepas pula dari dukungan semua elemen terkait seperti tenaga tata usaha, kepala sekolah bahkan hingga dinas pendidikan setempat. Guru bisa berkolaborasi dengan guru lain atau mengajak orang tua siswa dalam memantau perkembangan anak mereka. Sistem pendukung ini sangat penting karena pendidikan yang kita lakukan sekarang adalah satu kesatuan dari semua pihak demi menjadikan generasi penerus yang cerdas dan membanggakan.

 

Referensi

Tomlinson, Carol A. (2001). How to Differentiate Instruction in Mixed-Ability Classrooms (2nd Edition). Association for Supervision and Curriculum Development.

Tomlinson, Carol A. (2014). The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners (2nd Edition). Association for Supervision and Curriculum Development.

Tyler , R. W. (1949). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago: University of Chicago Press

Zais. R. S. (1976). Curriculum: Principles and Foundation. New York: Harper & Row

 

Fitriani Rumbaru / PPG Prajabatan UAD

  • Bagikan