REDAKSIBARU.ID – Presiden China, Xi Jinping diperingatkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden soal konsekuensi dari setiap dukungan untuk Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Komentar itu muncul selama panggilan telepon hampir 2 jam antara Biden dengan Xi Jinping, dengan fokus pada Ukraina, di mana sekutu dekat China, yakni Rusia telah melakukan serangan selama tiga pekan.
Gedung Putih mengatakan bahwa Biden menjelaskan kepada Xi Jinping tentang implikasi dan konsekuensi apabila China sampai memberikan dukungan material kepada Rusia.
Gedung Putih menolak untuk menjelaskan tanggapan Xi Jiping terhadap peringatan itu atau mengatakan betapa kerasnya Biden mendorongnya.
“Ini bukan tentang membuat pertanyaan, ini bukan tentang membuat penilaian. Ini tentang melakukan dialog yang berkelanjutan,” kata Sekretaris Pers Gedung Putin, Jen Psaki, dikutip dari Kantor Berita AFP.
Sementara itu, televisi pemerintah China CCTV melaporkan bahwa Xi Jinping mengatakan perang Rusia-Ukraina tidak ada kepentingan siapa pun dan bahwa hubungan antarnegara tidak bisa sampai ke tahap permusuhan militer.
Namun, tidak disebutkan kritik langsung terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan pembacaan dari Kementerian Luar Negeri China memberikan beberapa tanggung jawab atas invasi Rusia terhadap tetangganya ke Barat.
“AS dan NATO juga harus berdialog dengan Rusia untuk mengatasi inti dari krisis Ukraina dan meredakan kekhawatiran keamanan Rusia dan Ukraina,” kata Kementerian Luar Negeri China.
Dengan pemimpin China yang menolak untuk mengutuk Putin, Washington khawatir Beijing bisa melangkah lebih jauh, memberikan dukungan keuangan dan militer ke Rusia dan mengubah kebuntuan transatlantik yang sudah eksplosif menjadi perselisihan global.
Jika itu terjadi, China kemungkinan tidak hanya dapat membantu Rusia mengatasi sanksi dan melanjutkan perang, tetapi pemerintah Barat akan menghadapi keputusan “menyakitkan” tentang bagaimana menyerang Negeri Tirai Bambu, yang kemungkinan akan memicu gejolak di pasar internasional.
Washington berlomba untuk menangkal krisis itu, baik dengan memperingatkan dampak terhadap China dan menarik ambisi Xi Jinping untuk menjadi pemain dunia.
Wakil Menteri Luar Negeri Wendy Sherman mengatakan bahwa China harus memahami bahwa masa depan mereka adalah dengan AS, dengan Eropa, dengan negara-negara maju dan berkembang lainnya di seluruh dunia.
“Masa depan mereka tidak berdiri dengan Vladimir Putin,” ungkap dia kepada CNN.
Menteri Luar Negeri Antony Blinken sebelumnya mendesak China untuk menggunakan “daya ungkitnya” di Mokswa.
Panggilan Biden dan Xi Jinping kali ini adalah panggilan pertama yang dilakukan sejak November 2021.
Panggilan ini datang setelah Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dan Kepala Diplomat Partai Komunis China Yang Jiechi, mengadakan apa yang disebut Gedung Putih sebagai pertemuan tujuh jam “substansial” di Roma pada pekan ini.
Dengan latar belakang ketegangan AS-China yang sudah intens atas Taiwan dan perselisihan perdagangan, kemampuan atau kegagalan Biden dan Xi untuk mencapai pemahaman tentang kekacauan yang sedang berlangsung di Eropa akan bergema secara luas.
Xi Jinping dan Putin secara simbolis menyegel kemitraan dekat mereka ketika keduanya bertemu bulan lalu di Olimpiade Musim Dingin di Beijing, tepat sebelum Putin melancarkan serangan gencarnya di Ukraina.
Sejak itu, Beijing menonjol dengan menolak bergabung dengan kecaman internasional atas invasi tersebut, sambil mengambil sikap Rusia dalam menyalahkan AS dan NATO.
Pihak berwenang China bahkan menolak untuk menyebut invasi itu sebagai “perang”, lagi-lagi sesuai dengan poin pembicaraan Kremlin.
Tetapi, China juga mencoba untuk tetap agak ambigu, menyatakan dukungan untuk kedaulatan Ukraina.
Rekan Brookings Institution Ryan Hass, mantan penasihat China untuk presiden Barack Obama, mengatakan Beijing harus memilah prioritasnya yang bentrok.
Terlepas dari kesenangan dengan Moskwa, China terikat erat dengan Amerika Serikat dan ekonomi Barat lainnya. China juga ingin memainkan peran kepemimpinan di dunia.
“Kepentingan China dan Rusia tidak sejalan. Putin adalah pembakar sistem internasional dan Presiden Xi melihat dirinya sebagai arsitek untuk memperbaharui dan meningkatkan sistem internasional,” kata Hass.
“Presiden Xi sedang mencoba untuk menyeimbangkan prioritas yang bersaing. Dia benar-benar menempatkan banyak nilai dalam kemitraan China dengan Rusia tetapi pada saat yang sama dia tidak ingin merusak hubungan China di Barat,” tambah dia.