JAKARTA, REDAKSIBARU.ID — Tren nilai rupiah yang melemah diproyeksi akan berlanjut sepanjang tahun 2022 ini. Terlebih capital outflow terus terjadi di pasar SBN maupun pasar saham.
“Di tengah potensi capital outflow, nilai tukar rupiah diperkirakan melemah tetapi dengan volatilitas terjaga. Ini karena semakin berkurangnya porsi asing di pasar SBN,” demikian riset Danareksa Institute.
Hitungan Danareksa, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diproyeksikan di level Rp14.640 per dollar AS di tahun ini.
Meski begitu, 2023 nanti Danareksa Institute memperkirakan rupiah akan menguat di angka Rp14.470 per dollar AS.
Meskipun volatilitas rupiah terjaga, hal yang perlu diwaspadai adalah peningkatan outstanding surat utang korporasi yang berdenominasi dollar AS terutama pada tahun 2023 dan 2024 yang meningkat tajam.
Besaran surat utang korporasi pada tahun 2023 berasal dari Pertamina, Inalum dan Pelabuhan Indonesia yang mencapai US$ 6,75 miliar.
Sementara besaran obligasi korporasi pada tahun 2024 diperkirakan mencapai US$ 7,6 miliar.
Hasil dari penerbitan obligasi korporasi dari Perusahaan Gas Negara, Adaro Energy, Saka Energi Indonesia, Indika Energy dan Pelabuhan Indonesia.
Proyeksi Danareksa outstanding obligasi pemerintah non rupiah juga meningkat. Jika di tahun 2022, surat utang pemerintah berdenominasi yen Jepang senilai ¥ 727,55 juta dan dalam dollar AS senilai US$ 2,78 miliar.
Di tahun 2023, outstanding surat utang pemerintah berdenominasi euro senilai € 3,36 miliar, yen Jepang ¥ 831,17 juta dan dollar AS sebesar US$ 8,5 miliar.
Sedangkan pada tahun 2024, nilai outstanding surat utang pemerintah dalam mata uang euro senilai € 2,31 miliar, yen Jepang ¥ 1,08 miliar dan dalam denominasi dollar AS senilai US$ 9,25 miliar.
Kenaikan total utang dalam mata uang non rupiah diperkirakan membawa dampak buruk bagi rupiah di masa mendatang.
Apalagi, terjadi peningkatan inflasi impor dari bahan baku manufaktur dan barang konsumsi. Keduanya memiliki porsi cukup besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. []