Jakarta, Redaksibaru.ID – Komite Kajian Jakarta (KJJ) mengusulkan DKI Jakarta menjadi Provinsi Daerah Istimewa (DI) Jakarta Raya setelah tak lagi menjadi ibu kota negara (IKN).
KJJ dalam kajiannya menyebutkan bahwa konsep Provinsi DI Jakarta Raya merupakan hasil penyatuan dengan wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
KJJ menilai penggabungan antara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dalam satu payung pemerintahan Provinsi yang baru diperlukan ke depan.
Direktur Eksekutif KJJ, Syaifuddin, menjelaskan ada beberapa pertimbangan perlu adanya Daerah Istimewa Jakarta Raya. Salah satunya, Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis di Indonesia.
Dalam kajian KJJ, penggabungan antara Jakarta dan wilayah Jabodetabek lain akan memberikan kepastian atau jaminan bagi pertumbuhan makro ekonomi Indonesia, secara khusus di kawasan Jakarta dan sekitarnya.
Sikap optimisme itu didasarkan pada ketertarikan investor lantaran adanya perizinan satu pintu di di tingkat provinsi.
“Misalkan gini, saya punya pabrik di Bekasi, kantornya di Jakarta, nah kalau ini dalam satu payung, satu atap, ini sinkronisasinya akan lebih mudah. Kecepatan dalam mengurus izin ini menjadi penting gitu, jadi tidak ada tumpang tindih, maka ini perlu penggabungan satu atap (pemerintahan),” ujar Syaifuddin dalam konferensi pers, Minggu (20/2/2022).
Tak hanya itu, penggabungan Jakarta dan wilayah penyangga lain menjadi DI Jakarta Raya pun turut berkontribusi pada Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) wilayah penyangga.
Syaifuddin menngungkapkan, sejauh ini masih ada gap antara APBD Jakarta dan daerah lain. Gap terjadi lantaran izin investasi.
“Selama ini daerah sekitar ini tidak bisa optimal karena tidak sinkronisasi kebijakannya, regulasinya. Bagi pebisnis, investor itu yang dibutuhkan adalah kepastian dan kejelasan regulasi,” ungkap Syaifuddin
Dia menjelaskan, keberadaan DI Jakarta Raya akan mendorong realisasi atas proyeksi Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-4 di dunia di 2045.
Menurut dia, sulit terealisasi prediksi tersebut bila Jakarta dan daerah penyangga lain masih dikelola oleh masing-masing pemerintah daerahnya.
“Artinya kita perlu platform atau tatanan kota untuk menjawab harapan dan optimisme itu, karena Jakarta yang saat ini tidak mampu menjawab tantangan itu, sehingga perlu size nya diperbesar. Karena selama ini koordinasi dan kebijakan itu tidak efektif untuk menjangkau daerah sekitarnya,” tutur Syaifuddin.
Pertimbangan lain perlu adanya Daerah Istimewa Jakarta Raya adalah dimensi historis.
Jakarta juga memiliki infrastruktur maju sekaligus sebagai pusat pendidikan dan kesehatan.
KJJ juga memahami Jakarta memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai Ibu Kota Negara sebelumnya. Untuk dimensi geografis, Jakarta sebagai kota metropolitan perlu adanya perluasan wilayah dengan menggabungkan wilayah penyangga Jakarta, mengingat daerah penyangga lebih dekat jaraknya dengan pusat pemerintahan Jakarta dibandingkan dengan ibu kota provinsinya.
“Dimensi budaya dan emosional, yang mana penduduk daerah penyangga adalah mayoritas etnis Betawi. Dimensi regulasi dan kebijakan, pemerintah Jakarta perlu mengambil kebijakan cepat dan tepat untuk mengatasi problem yang ada di Jakarta,” ungkap Syaifuddin. []