Jakarta, redaksibaru.id – Dalam menyoroti pentingnya penguatan dan penataan struktur organisasi dinas pertanahan di tingkat daerah untuk menghadapi berbagai jenis sengketa pertanahan yang semakin kompleks dan meningkat jumlahnya, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Ditjen Bina Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Konsolidasi Pusat dan Daerah dalam Fasilitasi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Daerah.
Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid (melalui tatap muka dan aplikasi zoom meeting) pada Selasa (3/9/2024) bertempat di Hotel Orchardz Hotel Industri, Jakarta yang dihadiri oleh Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Provinsi (Aceh, Sumatera Barat, Jawa Tengah), dan Pemerintah Daerah (Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kota Bukittinggi, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Morowali, Kota Bogor, dan Kota Semarang).
Dalam pengarahannya, Analis Kebijakan Ahli Madya pada Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Nurbowo Edy Subagio, sejalan dengan arahan Dr. Drs. Amran, MT. selaku Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara dan juga Plh. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, mendorong pemerintah daerah agar mempertimbangkan penguatan kapasitas dan struktur organisasi yang ada, agar mampu menangani berbagai sengketa pertanahan dengan lebih efektif.
“Peningkatan kapasitas ini dapat melibatkan penyempurnaan prosedur, peningkatan kompetensi aparatur, serta optimalisasi kerja sama dengan instansi terkait, seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dengan demikian diharapkan penanganan sengketa pertanahan dapat dilakukan dengan lebih efisien, menciptakan kepastian hukum, dan menjaga stabilitas sosial di daerah-daerah yang terdampak,” ungkap Nurbowo.
Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Eko Priyanggodo mengungkapkan bahwa organisasi perangkat daerah bidang pertanahan memiliki peran yang penting dalam penyelesaian sengketa tanah. Peran tersebut meliputi penertiban administrasi di Desa/Kelurahan, penyelesaian aset pemerintah dan membuat rencana aksi percepatan pelaksanaan reforma agraria dengan menganggarkan anggaran pada Pemerintah Daerah.
“Selain itu, Pemerintah Daerah juga memiliki peran yang penting dalam issue perpanjangan dan pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) yaitu terkait dengan perizinan berusaha, perubahan rencana tata ruang wilayah, pencegahan okupasi masyarakat, dan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar,” terang Kepala Subdirektorat Penetapan Hak Guna Usaha Kementerian ATR/BPN, Muhammad Irdian.
Sebagian besar kewenangan penyelesaian konflik pertanahan berada di pemerintah Kabupaten/Kota dan latar belakang penyebabnya didasarkan kepada masalah sosial dan politik. Kabid Penanganan Masalah, Pembinaan dan Penyuluhan Pertanahan Dinas Pertanahan Aceh, M. Nizwar menyampaikan, “Perlu segera dilakukan Mapping Konflik di daerah untuk mengetahui jenis/karakteristik/model konflik sehingga memudahkan dalam penanganan, selain itu perlu segera dilakukan Bimtek/Sosialisasi Tenaga Mediator baik bersertifikat MA/Instansi dan Kerjasama Pertanahan”.
Seluruh peserta dan pembicara sepakat bahwa Isu pertanahan yang saat ini banyak disorot masyarakat terkait dengan permasalahan tanah ulayat dan masyarakat hukum adat, hal ini seiring dengan terbitnya Permen ATR/Kepala BPN No.14 Tahun 2024, di mana akselerasi percepatan penyertifikatan tanah ulayat masyarakat Hukum Adat menjadi hal yang sangat krusial dan mendesak. []