Makassar – Gubernur Sulsel nonaktif, Prof HM Nurdin Abdullah (NA) menjadi saksi pada sidang terdakwa dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, Agung Sucipto (AS) di ruangan Harifin Tumpah Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (10/6/2021).
Nurdin Abdullah yang hadir secara virtual dari Rutan KPK mengungkap berbagai fakta atas dugaan kasus yang menimpanya.
Melalui kesaksiannya, NA mengaku, mengenal Anggung sejak menjabat sebagai Bupati Bantaeng. Pada tahun 2019, Anggung pernah memberikan uang sebesar 150 ribu dolar Singapura atau sebesar Rp1,5 miliar kepada NA.
Bukan untuk kepentingan pribadi NA, melainkan untuk dana pilkada paslon Tommy Satria Yulianto dan Andi Mangkasau. Digunakan untuk membayar saksi, baju partai, alat peraga dan lainnya.
“Saya tidak pernah minta. Tapi sebenarnya (dolar) itu untuk Pilkada karena ada usungan seorang calon di sana,” ungkapnya.
Hal itu kemudian memantik Ronald Ferdinand Worotikan selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya, terkait boleh tidaknya seorang Gubernur menerima uang tersebut?
“Itu tidak boleh, tapi ini murni untuk Pilkada Bulukumba, bukan sebagai kapasitas saya sebagai gubernur,” jawab Nurdin.
Mantan Bupati Bantaeng dua periode ini juga mengaku, Anggung sudah dua kali ke rujab gubernur. Akan tetapi, tujuannya bukan untuk dimenangkan dalam sebuah proyek, melainkan membahas tentang perkembangan Provinsi Sulsel dan politik.
“Saya sejak dari bupati, dia (Anggung) tidak pernah minta paket ini, paket itu. Kalau kami ketemu, kita tidak pernah bahas proyek, hanya perkembangan Sulsel, politik, karena beliau juga salah satu pengurus partai,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, NA juga menyebut kinerja Agung Sucipto alias Anggung dalam menjalankan proyek cukup baik. Ia sudah dipercaya dengan kualitas kerjanya bahkan sejak NA menjabat sebagai Bupati Bantaeng.
“Selama di Bantaeng, Pak Anggu ini sangat bagus pekerjaannya, awet. Artinya dia profesional Makanya sampai saya menjabat sebagai gubernur tetap percaya dengan kinerja Pak Anggu ini,” ujarnya.
Fakta Lain dalam Persidangan
NA juga dengan tegas membantah kesaksian mantan pejabatnya, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti pada (27/5/2021) lalu.
Nurdin disebut meminta agar memperhatikan PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto. Itu ada pada lelang pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan (DAK) TA 2020, dan Pembanguan Jalan Ruas Palampang Munte Bontolempangan Satu.
Proyek yang dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba diakui Sari Pudji di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) merupakan perintah langsung dari Nurdin Abdullah selaku atasannya.
“Saya berani sumpah, Ibu Sari tidak menjelaskan yang sesungguhnya tentang saya. Demi Allah, tidak ada arahan untuk memenangkan siapa pun,” tegas Nurdin.
NA mengemukakan, ia pernah meminta Sari untuk menghadap beberapa kali. Di rumah jabatan, di rumah dinas atau di kantor. Akan tetapi tidak pernah ada permintaan khusus untuk memenangkan kontraktor.
“Saya selalu meminta lampiran tentang pelaksanaan program. Karena Presiden minta dipercepat tender,” jelasnya.
Justru, NA meminta Sari Pudjiastuti untuk selalu melaksanakan proses lelang sesuai aturan yang berlaku. Olehnya, ia kecewa dengan Sari karena memberikan kesaksian yang tidak benar.
“Justru saya sampaikan agar proses lelang benar, itu selalu saya sampaikan,” tambahnya.
Selain itu, Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah juga membantah kesaksian ajudannya, Muhammad Salman Natsir yang mengaku diperintah Nurdin untuk mengambil uang Rp 1 miliar dari H Momo melalui Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti.
“Saya tidak pernah terima uang dari H Momo,” sebutnya dengan tegas.
Pada akhir persidangan Agung Sucipto (AS) selaku terdakwa membenarkan segala kesaksian Nurdin Abdullah. []